Thursday 29 May 2008

Tutorial Mudah Merakit Komputer

(tulisan pertamaku yang berhubungan dengan computer:D )

Awalnya ga kepikiran bakal nulis artikel yang berhubungan dengan komputer. Tapi karena didasari rasa iri berlebihan setelah melihat blog temen-temen kuliahku yang dipenuhi artikel tentang komputer, maka dengan sangat-sangat terpaksa menulislah aku tentang sesuatu yang berbau komputer. (emang komputer baunya gmn?)

Setelah bingung mikir-mikir topik apa yang pantas ditulis oleh mahasiswa Teknik Informatika semester 8 yang masih ngulang kuliah bareng anak 2007 dan Tugas Akhirnya ga ada perkembangan, akhirnya kuputuskan untuk menulis sebuah tutorial dahsyat yang pastinya akan sangat membantu para pembaca.... dan judulnya adalaaaah...(drum roll).....taraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa......Tutorial Merakit Komputer.


Yup. Mengapa aku milih topik ini? Karena ini adalah ilmu dasar untuk temen-temen yang ingin belajar komputer. Oke deh, kita mulai. Tapi tolong diperhatikan baik-baik. Soalnya emang rada sulit. Tapi aku coba menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.

1.Pertama, ketahui spek yang akan kamu rakit. Dan pahami mengenai kesesuaian antar spek tersebut.
2.Kedua, bawa hardware-hardware kamu itu kepada toko-toko komputer yang menyediakan jasa perakitan.
3.Ketiga, bilang sama mas/mbaknya ”mas/mbak, mau ngrakit komputer. Ini hardwarenya...Kira-kira habis brapa? Oke..terima kasih..mas/mbaknya baek deh..”.
4.Nah, selama mas/mbaknya ngrakit, kamu bisa istirahat setelah sebegitu capeknya melakukan langkah 1-3...
5.Setelah mbak/mas-nya selesai ngrakit, lalu bawa pulang tuh komputer. Jangan lupa dibayar dulu...
6.Colokin kabelnya ke colokan listrik. Terus tekan tombol power.
7.Waaaaaaaaaaaaaaaa.......komputernya idup....
8.Nah kalau sudah begitu, berarti kamu sudah bisa merakit komputer sendiri....

Fiuuhhh.....akhirnya selesai juga menulis tutorial di atas. Semoga temen-temen ga kebingungan mengikuti langkah-langkah di atas. Selamat mencoba...

*tutorial di atas murni tulisanku sendiri lho... :p

Baca semua......

Sunday 25 May 2008

STRAIGHT EDGE DAN AKU…



Mungkin tidak pernah terpikir di benak personel Minor Threat bahwa lagu yang dibuatnya akan melahirkan secara tidak sengaja sebuah kultur yang hingga kini belum padam. Bahkan semakin membesar. Ya! Straight Edge…. Nama itu dan prinsip-prinsip yang ada di dalamnya memang diambil dari lagu yang dimiliki oleh Minor Threat, yang konon Ian MacKaye(vocal) sendiri justru tidak pernah mengeklaim dirinya sebagai straight edge kid walau dalam hidupnya dia mengaplikasikan gaya hidup positif ala straight edge. Entah mana yang benar... Meski harus diakui Minor Threat cukup berjasa besar dalam kelahiran kultur positif ini, tapi aku merasa bahwa kita tidak perlu mengagung-agungkan atau mengkultuskan secara berlebihan terhadap Minor Threat dan band-band lainnya yang cukup berjasa dalam membesarkan sXe. Yah...sewajarnya saja lah. Karena pada akhirnya, diri kita lah yang berhak memutuskan semua yang akan kita lakukan. Bukan mereka.

Tidak akan aku bahas panjang lebar disini tentang seluk beluk straight edge. Cukup sekilas saja. Karena sebenarnya aku hanya ingin berbagi pengalamanku mengenai straight edge dan diriku. Mengenai sejarah dan segala hal tentang straight edge bisa dicari lewat google:D Tapi hati-hati, internet adalah dunia maya luas yang di dalamnya hanya terdapat pemisah tipis antara berita yang benar dan yang salah. Ada banyak artikel tentang straight edge yang dikupas dengan benar, ada pula yang menyesatkan.

Dari sudut pandangku sendiri, straight edge (sXe) bukanlah agama, dogma ataupun set of rule yang akan mendikte apa yang harus kita lakukan. Tapi sXe adalah mutlak pilihan pribadi sebagai motivasi dan self-control untuk hidup positif tanpa meracuni tubuh dengan rokok, alcohol, drug dan casual sex(beberapa orang tidak menyertakannya sebagai konsep utama). Pada perkembangannya, banyak yang menjadikan vegetarian/vegan dan anti-kafein menjadi bagian dari kehidupan sXe kid karena mereka percaya vegetarian/vegan dan anti-kafein adalah termasuk gaya hidup positif. Tapi itu tidak mutlak. Karena vegetarian/vegan dan anti-kafein bukanlah murni bagian dari sXe.

Straight Edge itu sendiri lahir pada tahun 80an di dalam scene punk. Tapi pada perkembangannya, prinsip-prinsip sXe banyak diadopsi oleh orang-orang di luar scene punk/hardcore. Baik itu skinhead, rude boy bahkan pop star dan lainnya. Tapi hal itu bukan lah suatu masalah. Justru itu adalah hal yang baik. Karena sXe tidak memaksa kita harus menjadi punk/hardcore kid terlebih dulu untuk menjadi sXe. Walaupun setidaknya cukup tahu mengenai histori dan seluk beluk mengenainya. Bukankah akan menjadi sangat konyol kalau kita mengikuti suatu kultur tapi kita sendiri tidak tahu mengenai seluk beluk kultur tersebut :D

Dalam kenyataannya, banyak sekali orang di dalam scene punk/hardcore yang bergaya hidup positif tapi tidak mau mengeklaim dirinya seorang sXe. Pada umumnya mereka mempunyai alasan karena tidak mau diatur oleh aturan-aturan, karena ingin lebih bebas, karena pengeklaiman hanya menimbulkan kesan ekslusivitas dan berbagai alasan lainnya. Itu bukan masalah. Karena yang terpenting bukanlah mengenai pengeklaiman tersebut, tapi lebih penting pengaplikasian prinsip hidup positif dalam kehidupan sehari-hari. So, tidak ada larangan atau keharusan dalam pengeklaiman diri.

Tapi menurutku pribadi, mengeklaim diriku sebagai sXe tidak membuatku terkekang oleh definisi dan aturan. Karena sekali lagi, sXe bukanlah sekumpulan aturan yang mengharuskan kita begini atau kita begitu. Dan bagiku, mengeklaim diriku sebagai sXe kid bukan berarti kita mengeksklusifkan diri dari orang non-straight edge, toh pada pengaplikasiannya sXe kid tetap berbaur dengan non-straight edge. Bahkan kadang berbaur dalam satu scene dan membuat acara bersama. Kalaupun di beberapa daerah terjadi ekslusivitas sXe kids yang mengucilkan diri dari orang-orang non sXe, berarti ada yang salah dalam pemikiran sXe kid atau orang non-sXe tersebut mengenai pemahaman mereka tentang sXe. Karena menjadi sXe bukan berarti lebih baik dari mereka yang bukan sXe. Tapi menjadi sXe adalah sebuah personal choice untuk melakukan perubahan dalam diri kita dengan cara kita dan itu tidak bisa dipaksakan!

Aku pribadi tidak suka menggembar-gemborkan label sXe pada diriku secara berlebihan. Karena bukan label yang terpenting, tapi pengaplikasian dalam kehidupan nyata. Percuma menggunakan sXe watch, sXe shirt, sXe jacket atau ratusan pin sXe di tas-mu kalau pada pengaplikasiannya NOL BESAR. Karena melabeli diri dengan straight edge tidak membuat merasa lebih suci dari yang lain. It’s personal-choice, dude!
Walau emang sih, banyak banget orang yang sinis terhadap sXe. Dianggap sok suci lah, sok eksklusif lah dan anggapan-anggapan lain. Aku sendiri pernah juga disindir dengan sinis waktu awal-awal menjadi sXe. Dicap sok suci, sok bersih. Awalnya sih sebel juga. Tapi lama-kelamaan aku cuekin aja. Lagi pula aku hanya membenci barangnya, bukan penggunanya. Aku benci rokok/alkohol/drug, tp aku ga benci penggunanya. Temenku banyak juga yang merokok/minum/nge-drug. Tapi aku ga benci mereka.

Aku mendengar nama sXe sekitar 8-9 tahun yang lalu ketika aku masih SMP. Aku tahu kultur itu dari booklet/newsletter yang dibawa kakakku. Saat itu kubaca artikel tentang sXe dan vegetarian. Bukan sXe yang menarik bagiku saat itu, karena karena ketika itu aku sedang senang-senangnya menghisap ”Tuhan beberapa sentimeter” bernama rokok . Tapi justru vegetarian yang menarik bagiku saat itu. Dan coba-coba lah aku menjadi vegetarian. Akhirnya hanya bertahan 3 bulan saja...Hahahahaha...Mungkin karena belum ada kesadaran dan pemantapan hati ketika saat itu memutuskan untuk menjadi vegetarian. Dan setelah itu, issue tentang sXe dan vegetarian tidak lagi menarik bagiku. Apalagi beberapa bulan setelahnya, asap rokok, alkohol dan ”heaven’s leaf” memanjakanku dengan kenikmatan semu-nya.

Hingga akhirnya sekitar tahun 2003 aku mendapat sebuah newsletter berkonsep straight edge vegan punk/hardcore dari temanku. Di situ lagi-lagi dibahas mengenai sXe dan vegetarian. Saat itu karena tidak ada kerjaan, kubaca aja. Lagi pula newsletter itu gratis.

Berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya, saat itu aku benar-benar membacanya dalam-dalam mengenai ulasan tentang sXe dan vegetarian itu. Padahal isinya sudah kupahami bertahun-tahun sebelumnya. Tapi tidak lantas aku langsung menjadi seorang vegetarian sXe. Aku cukup dewasa untuk tidak menjadi bunglon yang bisanya hanya ikut-ikutan tanpa berpikir panjang. Hanya saja saat itu aku sudah merasa bahwa filosofi sXe dan vegetarian yang tertulis di artikel itu adalah benar, positif dan sangat masuk akal. Meski saat itu aku masih merokok, aku tetap tertarik untuk mencari seluk beluk tentang sXe dan vegetarian. Bersamaan dengan itu, aku mulai meninggalkan rokok, alkohol dan daging. Sedangkan ”heaven’s leaf” sudah kutinggalkan jauh sebelum itu. Tapi walau sudah begitu. aku tidak mengeklaim diri sebagai sXe dan vegetarian. Karena aku tidak mau mengeklaim sesuatu tanpa aku benar-benar paham terlebih dahulu. Dan aku tidak mau menjadi sXe atau vegetarian hanya agar terlihat keren dan berani beda. Baru kemudian beberapa saat setelahnya, baru aku benar-benar mantap untuk mengeklaim diri sebagai sXe kid dan vegetarian. Pengeklaiman itu bukan berarti aku lalu membuat pengumuman kepada teman-temanku bahwa aku telah menjadi sXe dan vegetarian. Tapi cukup mengeklaim dalam hatiku saja.

Kalau aku juga menjadi seorang vegetarian bukanlah karena banyak sXe kids yang juga vegetarian Tapi semata-mata karena memang alasan-alasan untuk menjadi vegetarian dan efek positifnya adalah sangat masuk akal bagiku.

Seiring berjalannya waktu, aku semakin merasa mantap bahwa kita semua bisa hidup tanpa mengkonsumsi rokok, drug, alkohol, casual sex dan daging. Bahkan kita tetap bisa beraksi gila-gilaan di atas panggung tanpa hal-hal tersebut!

Straight Edge, Vegetarian dan Agamaku (ISLAM)
Ada pertanyaan yang menurutku lucu pernah dilontarkan temanku ketika aku bercerita kenapa aku menjadi sXe dan vegetarian. Dia bertanya, ”Kenapa harus menjadi sXe dan vegetarian? Apa agamamu itu saja tidak cukup untuk menjadi pengontrol dirimu? Bukankah agama sudah cukup untuk menjadi dasar dalam mencapai kehidupan yang positif?”
Hmmm... Sebenarnya bukan hal yang susah untuk menjawabnya. Hanya saja, menghadapi penanya yang hobinya ngeyel tanpa dasar haruslah menjawab dengan hati-hati dan gamblang.

Dan kujawab,
bagiku straight edge dan vegetarian bukanlah agama baru. Menjadi sXe dan vegetarian juga tidak menurunkan fungsi agama dalam hidupku. Kalau diibaratkan sebuah rumah dengan pagar, maka aku adalah rumah dan pagar-pagar itu adalah prinsip. Prinsip itu bisa agama, sXe, vegetarian dan prinsip-prinsip lain dalam hidupku. Diibaratkan sebuah pagar, maka bagiku, agama adalah pagar utama sedangkan prinsip lainnya (termasuk sXe dan vegetarian) adalah pagar tambahan yang fungsinya membantu menambah kokoh dalam fungsinya sebagai pelindung rumah. Selama pagar-pagar itu tidak saling bersilangan, bukankah tidak akan masalah? Justru rumah itu semakin terlindungi. Dan prinsip-prinsip sXe dan vegetarian menurutku tidak ada yang melanggar aturan-aturan agamaku. Apakah Islam akan mendosakan orang yang tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak menggunakan narkoba, menolak casual sex dan tidak makan daging? Tidak kan? Memang sih, tidak ada ajaran dalam Islam yang mengharamkan daging. Tapi tidak ada pula kan di dalam ajaran Islam yang mewajibkan makan daging?

Lalu temanku bertanya lagi, ”Pada Idul Adha bukankah dilakukan penyembelihan hewan sebagai korban?”. Yup benar. Sebagai seorang muslim yang vegetarian, sering sekali aku mendapat pertanyaan seperti ini. Dan jawabanku tetap sama. Walau mungkin terdengar konyol. Bagiku, penyembelihan hewan sebagai korban ketika Idul Adha itu lain soal. Penyembelihan itu nyata-nyata diwajibkan olehNya. Tapi kita tidak diwajibkan untuk memakan dagingnya kan? Bahkan justru daging itu lebih pantas diberikan kepada kaum miskin. Selain itu, aku percaya bahwa hewan yang mati saat Idul Adha mati dengan bahagia karena dia memenuhi kewajibannya pada hari Idul Adha dan mereka disembelih dengan cara yang baik dengan perlakuan yang baik pula. Berbeda dengan hewan yang mati hanya untuk memuaskan nafsu lidah kita. Tapi bagaimana juga, itu tergantung kepercayaan kita masing-masing...Yang jelas, tidak ada ajaran dalam agamaku yang mewajibkan kita untuk makan daging :D. Wah malah jadi melenceng terlalu jauh ke topik vegetarian nih..Hehehe...Cukup itu dulu deh masalah vegetariannya, mungkin nanti aku akan menulis pengalaman dan pandanganku tentang vegetarian.

Dan akhirnya, aku sendiri tidak tahu sampai kapan aku tetap menjadi seorang sXe dan vegetarian. Berubah? Hmmm... Aku tidak mau bilang ”Aku tidak akan berubah”. Karena perubahan itu adalah hal yang wajar, selama perubahan itu terjadi melalui pemikiran yang mendalam, bukan karena ikut-ikutan semata. Yang jelas, selama aku masih bisa bertahan hidup tanpa rokok, alkohol, drug, one night stand sex dan daging, aku akan tetap berusaha mempertahankannya.



p.s: Sorry buat temen-temen kalau ada yang mungkin kurang berkenan dengan tulisanku di atas. Itu hanyalah curahan pikiranku semata. Kita masih berada di negara yang memperbolehkan warganya untuk mencurahkan pikirannya bukan?:D Buat temen-temen yang mau komentar, mengkritik, mencerca, menghina atau berbagi pengalaman, silakan tulis aja di comment box. Tapi lagi-lagi mohon maap, kalo misal ada yang ga sempet kutanggepi. (walah...sok banget...hahahaha)
* gambar sXe diambil dari situs lain. (maap lupa alamatnya) :D


Baca semua......

Tuesday 20 May 2008

SAJAK SUARA


oleh Widji Thukul

sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
aku siapkan untukmu: pemberontakan!
sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin merayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan

===================================================
dari admin:
blm begitu lama kenal sama karya2 Widji Thukul. Tapi begitu baca beberapa karyanya, walau cuma sekilas, bisa membuatku terbawa ke dunia dan amarahnya saat dia menorehkan tinta untuk membuat suatu karya yang menurutku lebih tajam dibanding pedang dan lebih membakar dibanding kobaran molotov yang sudah terlempar...

Baca semua......

Atheis

Cerpen M. Dawam Rahardjo
Dimuat di Media Indonesia 09/02/2007


KAKAK kami Suparman kini tinggal di Jakarta menjelang masa pensiun. Tapi ia tidak terikat. Karena ia mengelola sebuah perusahaan konsultan sendiri, dengan karyawan sekitar 50 orang. Ia adalah seorang arsitek lulusan ITB. Setelah lulus, ia melamar sebagai arsitek di sebuah perusahaan. Setelah mendapatkan pengalaman, ia mendirikan perusahaan sendiri bersama beberapa orang kawannya. Usahanya ini boleh dikatakan maju, berkat kegiatan pembangunan di Ibu Kota.


Kakak kami itu ialah saudara tertua dalam keluarga kami yang tinggal di sebuah desa bernama Jatiwarno di Wonogiri. Sekitar 30 kilometer dari Kota Solo. Daerah tempat tinggal kami itu dikenal kering. Dulu sering kali menjadi berita di koran karena kelaparan. Di zaman kolonial pernah terjadi busung lapar. Kini Wonogiri tidak lagi kering seperti dulu karena di situ dibangun waduk Gajah Mungkur. Sekarang sudah ada ladang-ladang ubi kayu dan jagung selain sawah padi. Waduk ini juga menjadi pusat pariwisata yang dikunjungi terutama oleh orang-orang Solo. Keluarga kami, keluarga Parto Sentono lebih populer dipanggil Kiai Parto adalah sebuah keluarga yang religius. Ayah kami itu adalah seorang petani yang juga berperan sebagai ulama lokal karena ia adalah santri lulusan Mamba'ul Ulum dan tinggal di pesantren Jamsaren. Jadi ia pernah berguru kepada KH Abu Amar, Ulama Solo yang masyhur itu. Itulah sebabnya Kiai Parto mengirim kami, anak-anaknya, ke pesantren sebagai lembaga pendidikan.

Mas Parman sebagai anak tertua dikirim ke Gontor Ponorogo yang jaraknya tidak jauh dari desa kami. Kakak saya yang kedua Muhammad Ikhsan dipondokkan ke Pesantren Pabelan di bawah pimpinan Kiai Haji Hamam Ja'far. Saya sendiri sebagai anak ketiga cukup bersekolah di Madrasah Al-Islam, Honggowongso, Solo. Jadi saya punya dua orang adik. Yang pertama, dikirim ke Tebu Ireng, sedangkan adik saya yang paling bontot disuruh belajar ke madrasah Mu'alimat Muhammadiyah, Yogyakarta.

Walaupun semuanya berlatar belakang pendidikan pesantren, kami semua mempunyai profesi yang berbeda-beda, misalnya Mas Parman menjadi seorang arsitek, sedangkan saya sendiri menjadi petani jagung dan ubi kayu meneruskan pekerjaan bapak. Karena itulah, saya adalah anak yang paling dekat dengan keluarga dan menyelenggarakan pertemuan halalbihalal setiap tahun dengan keluarga.

Bapak merasa sangat bangga anaknya bisa masuk ke pondok modern Gontor. Mas Parman sendiri juga merasa mantap berguru dengan Kiai Zarkasi dan Kiai Sahal. Di masa sekolah dasar, kami semua dididik langsung oleh bapak kami. Mas Parman ternyata berhasil menjadi seorang santri yang cerdas. Bapak sangat berharap kelak Mas Parman menjadi seorang ulama modern. Bapak memang tidak mengikuti perkembangan anaknya itu sehingga ia merasa terkejut ketika pada suatu hari ia berkunjung ke Gontor, anaknya itu ternyata sudah tidak lagi bersekolah di situ. Namun sebentar kemudian, ia mendengar di mana anaknya berada. Ternyata Mas Parman yang pandai matematika itu ikut ujian SMP negeri dan lulus dengan nilai yang sangat baik. Ia kemudian melamar untuk bersekolah di Solo dan diterima di SMA 2 atau SMA B yang terletak di Banjar Sari. Sekolahnya itu berdekatan dengan SMA 1 jurusan sastra budaya. Sehingga ia banyak bergaul dengan pelajar-pelajar sastra. Walaupun belajar ilmu eksakta, Mas Parman ternyata punya bakat seni. Ia bisa melukis dan membuat puisi. Ia ikut di klub sastra remaja yaitu sastra remaja Harian Nasional di Yogya. Bapak tidak bertanya banyak kepada anak sulungnya itu. Walaupun ia merasa sangat kecewa dan agak marah karena Mas Parman telah mengambil keputusan besar tanpa berkonsultasi dengan Bapak dulu. Saya mewakili keluarga menanyakan perihal keputusannya itu kepada Mas Parman. "Mas, kenapa tidak minta izin bapak dulu ketika Mas keluar dari Gontor?," tanyaku pada suatu hari.

"Kalau aku bilang dulu pada bapak, pasti tidak dikasih izin," jawabnya.

"Kenapa pula Mas berani mengambil keputusan besar itu?" tanyaku lagi. "Aku ternyata tidak betah tinggal di pondok. Aku merasa pesantren ini adalah sebuah masyarakat buatan. Kami hidup menyendiri, dilarang bergaul dengan penduduk desa. Kami di pondok menganggap diri sebagai keluarga ndoro," jawabnya lagi.

"Itu kan karena kepentingan para santri sendiri supaya tidak terkontaminasi oleh pengaruh luar," jelas saya.

"Tapi hidup kan menjadi artifisial, santri hanya diajar sesuatu yang baik tapi tidak mengetahui dunia nyata yang tidak terlalu bersih. Malah banyak kotornya."

"Kalau hanya itu alasannya, mengapa Mas tetap mengambil keputusan?" tanya saya.

"Terus terang saja, aku sendiri jenuh dan bosan hidup di pondok. Aku memahami jika sebagian santri melakukan homo bahkan mencuri-curi bergaul dengan perempuan di luar pondok."

"Nah, itulah akibatnya kalau para santri tidak disiplin."

"Pokoknya aku bosan, yang lebih mendasar lagi aku tidak bisa menerima pelajaran-pelajaran agama. Kupikir pendidikan semacam itu tidak berguna, karena tidak membekali santri untuk bisa hidup dalam realitas yang sering keras itu di luar dunia pesantren. Jadi apa gunanya aku bersusah payah mencapai kelulusan. Itulah maka aku mengambil keputusan untuk pindah sekolah."

"Mas Ikhsan ternyata senang nyantri di Pabelan," ujar saya.

"O... Pabelan itu beda dengan Gontor, Kiainya juga alumni Gontor, tapi ia bisa berbeda dengan Gontor. Santri Pabelan bebas bergaul bahkan diharuskan. Kiai Hamam bisa menerima saran dari LP3ES untuk menyelenggarakan program lingkungan hidup. Pesantren bahkan menyediakan air bersih yang diolah dari kali Pabelan untuk penduduk desa. Kiai Hamam juga membuat pemandian umum desa. Sehingga santri-santrinya bisa bergaul dengan penduduk desa setiap pagi sore sambil mandi bersama."

Mas Parman kemudian melanjutkan perubahan di dalam hidupnya. "Har, aku ingin memberitahukan padamu, perubahan pola hidupku di Solo. Aku sekarang sudah tidak menjalankan salat, juga puasa Ramadan," katanya jujur.

"Mas, apakah ini tidak terlalu jauh? Ibu bapak pasti akan marah besar sama Mas," jawab saya.

"Ya jangan dilaporkan ke ibu bapak, tapi ceritakan saja apa adanya kepada Mas Ikhsan, barangkali ia bisa menerima dengan kepala dingin." Saya kemudian berpisah dengan Mas Parman dan melaksanakan wasiatnya. Tidak henti-hentinya saya berpikir dan merenung, sehingga memberatkan pikiran saya. Sebagai adik kandung, saya menyayangkan keputusan dan langkah radikal Mas Parman. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa sehingga hanya bisa menerima dengan sedih yang menjadi unek-unek terus-menerus. Sebab, saya pun juga ingin jawaban terhadap masalah-masalah yang ditimbulkan keputusan kakak saya itu. Saya khawatir sikapnya itu akan memengaruhi kakak dan adikku yang lainnya sehingga unek-unek itu saya sampaikan kepada Mas Ikhsan. Ia juga tampak terkejut tapi hanya terdiam saja tanpa reaksi. Karena itu aku minta kepada Mas Ikhsan untuk bertemu sendiri dengan Mas Parman.

Akhirnya, pada suatu hari, Mas Ikhsan menyempatkan diri untuk bertemu langsung dengan Mas Parman di Solo. Ia tinggal di daerah Manahan. Berikut ini adalah laporan Mas Ikhsan kepadaku dari hasil pertemuannya dengan Mas Parman. "Aku diajak Mas Parman pada suatu malam di suatu warung hik yang masyhur dengan jualan wedang ronde dan makanan tradisional Surakarta. Mas Parman memang romantis. Dia tidak ragu mengajakku menikmati suasana Solo di waktu malam yang dirasakan rakyat jelata. Terkesan olehku bahwa ia memang merakyat hidupnya. Karena setiap kali kami berbincang-bincang, selalu saja ada orang yang menyapa. Ada juga para pengemis dan gelandangan. Di warung hik itulah aku mencoba secara tenang menanyakan banyak hal kepada Mas Parman.

"Mas, aku sudah mendengar semua cerita mengenai dirimu dari adik kita, Haryono, terus terang saja aku terkejut. Timbul seribu satu pertanyaan dalam pikiranku, aku masih seorang santri yang baik dan terus bercita-cita menjadi ulama pemikir modern. Sebagai adik, aku tidak bisa memahami sikapmu. Bahkan aku tidak percaya dengan cerita Haryono, aku juga sudah tanya kepada Haryono bagaimana pandangannya. Tapi ia tidak banyak memberi penjelasan sehingga aku harus langsung bertemu denganmu. Mohon jangan tersinggung dengan pertanyaan-pertanyaan dan komentarku. Aku bahkan ingin belajar kepada Mas, yang memiliki sebuah pengalaman dramatis."

"O... boleh saja, jadi aku sekarang sudah tidak menjalankan kewajibanku sebagai seorang muslim."

"Kalau begitu, Mas telah murtad?" tanyaku.

"Ya, sebelum hukuman murtad dijatuhkan kepadaku, aku lebih baik keluar saja dulu dari Islam. Sekarang siapa pun juga tidak berhak menghakimiku."

"O... begitu, aku pun tidak akan menghakimimu. Cuma aku ingin bertanya apakah Mas telah meninggalkan seluruh akidah Islam?" tanyaku ingin tahu.

"Ya, aku sekarang seorang atheis, aku sudah tidak percaya kepada Tuhan."

"Lalu status Mas sekarang sebagai apa?" tanyaku.

"Aku sudah menjadi humanis. Aku bercita-cita ingin menjadi pemikir bebas."

"Untuk menjadi orang seperti itu kan tidak perlu meninggalkan akidah. Islam memberi kebebasan."

"Ya aku tahu, aku hanya ingin mengatakan bahwa selama di Gontor aku tidak pernah memperoleh penjelasan yang memuaskan mengenai Tuhan. Dan mengapa orang harus percaya kepada Tuhan. Aku ingin bebas dari belenggu akal dan aku harus bisa mendasarkan perilakuku berdasarkan rasionalitas. Tidak dibelenggu iman dan syariat. Sekarang ini aku merasakan diriku menjadi orang bebas, tanpa belenggu. Ketika menjadi orang Islam aku merasa terjatuh ke dalam belenggu. Sekarang ini aku merasa mengalami pencerahan."

"Mas kan tahu bahwa Islam itu mengajarkan perbuatan baik berdasarkan iman. Jadi manusia memerlukan Tuhan untuk bisa berbuat baik."

"Inilah yang saya tidak setujui dalam Islam. Seperti kamu tahu sendiri, perbuatan baik itu tidak diakui Tuhan jika tidak didasarkan kepada iman. Mengapa harus begitu. Buddha Gautama mengajarkan perbuatan-perbuatan baik tanpa mensyaratkan iman kepada-Nya. Demikian pula Konghucu. Aku suka dengan dua agama yang kita sebut sebagai agama bumi itu. Aku ingin menjadi orang baik tanpa iman. Kalau mendengar keteranganmu itu terkesan olehku bahwa Tuhan itu adalah ciptaan manusia sendiri, bukannya sebaliknya."

"Astaghfirullahal'adzim."

"Dalam kenyataannya, agama itu hanyalah candu yang membius dan membuat lupa terhadap kesengsaraan dan penindasan yang menimpa mereka."

"Berlindung aku dari bisikan semacam itu."

"Sorry ya, jangan anggap aku sesat. Semuanya itu sudah kupikirkan dan kurenungkan dalam-dalam. Pokoknya aku ingin bebas menjadi humanis."

"Tapi aku yakin bahwa Islam akan membawaku ke sana, tapi sampean punya pendapat yang lain dan aku ingin belajar darimu sebagai seorang kakak tertua."

"Kamu tidak perlu jawaban verbal dariku. Lihat saja perbuatanku. Bukankah agamamu mengajarkan bahwa Tuhan itu akan bisa ditemui dengan perbuatan baik di dunia ini."

"Kalau gitu, Mas masih percaya kepada Tuhan."

"Tidak! Aku tidak bisa percaya pada adanya Tuhan. Aku hanya ingin berbuat baik kepada sesama manusia berdasarkan alasan-alasan yang rasional saja."

"Wah, menurutku manusia yang percaya kepada Tuhan itu tentu akan terdorong untuk berbuat baik, karena itu apa salahnya kita percaya akan adanya Tuhan."

"Ya terserah. Cuma saya tidak mau percaya kepada Tuhan yang diciptakan manusia. Tuhan begini, sama saja dengan dewa-dewa Hindu maupun Yunani."

Begitulah Mas Ikhsan menceritakan kembali dialognya. "Lalu bagaimana tanggapan dan sikapmu?"

"Lakumdinukum waliyadin, biar dia percaya apa yang ia percayai dan kita percaya apa yang kita percayai."

"Lalu bagaimana pandanganmu mengenai kakak kita itu?"

"Aku tidak menganggap dia orang sesat. Ia hanya memilih suatu jalan hidup. Dalam hatiku, aku percaya bahwa Mas Suparman itu sebetulnya percaya kepada Tuhan. Cuma dia tidak mau merumuskan apa Tuhan itu. Bukankah agama kita mengajarkan bahwa apa pun yang kita pikirkan mengenai Tuhan, itu bukan Tuhan. Jadi Tuhan itu diimani saja, tidak perlu dirasionalkan. Walaupun teori-teori mengenai Tuhan boleh saja dikemukakan. Biar dia tidak percaya kepada Tuhan, asalkan ia berbuat baik dan melaksanakan ajaran Islam menurut ukuran-ukuran kita. Tidak perlu kita mensyaratkan iman kepadanya."

Mas Suparman yang kini sudah menjelang masa pensiun itu sekitar enam puluh lima tahunan nampaknya, paling tidak menurut kesan saya, telah mencapai apa yang ia cita-citakan berdasarkan kebebasan yang ia yakini. Saya berpendapat bahwa pada dasarnya, kakak kami itu masih seorang muslim yang baik. Hidupnya sesuai dengan sepuluh wasiat Tuhan yang didendangkan Iin dan Jaka Bimbo.

Pertama aku masih percaya bahwa ia masih punya iman dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Seperti kata Jalaludin Rumi dan Al Halaj, ia pada akhirnya akan memperoleh pengertian Tuhan yang sebetulnya melekat pada dirinya sendiri jika ia masih tetap bisa menjalankan hidup yang benar berarti Allah masih membimbingnya. Cuma, dia tidak tahu dan tidak mengaku. Malah saya berpendapat bahwa sikap Mas Parman itulah yang mencerminkan Tauhid yang semurni-murninya. Wallahu'alam. Kedua, ia berbuat baik kepada ibu bapaknya, ia tidak pernah mau menyakiti kedua orang tuanya. Harus kami akui bahwa di antara kami, Mas Parmanlah yang paling banyak membantu orang tua kami. Ketiga, ia bisa menjaga harta anak-anak yatim, yaitu adik-adiknya, ia tidak mau mengambil bagian warisannya. Ia serahkan semuanya kepada kita. Mas Parman juga membuat yayasan yang menampung anak-anak yatim. Tutur katanya tidak pernah menyakiti orang lain, ia selalu menjaga diri dari perbuatan-perbuatan tercela.***
=================================================================
dari admin: silakan anda menyimpulkan sendiri kisah cerpen di atas.

Baca semua......

Monday 19 May 2008

Haramkah Membuat Lagu Tentang Cinta Bagi Band Punk dan sejenisnya???


Sebuah mitos yang mengakar kuat dalam scene bahwa ga pantas band punk dan sejenisnya memainkan lagu bertema ”cinta antara kau dan aku (sepasang kekasih)”. Yang kumaksud ”sejenisnya” itu ya misal hardcore(yang konon akarnya juga dari punk), Oi! , ska, emo dan lain-lainnya (pikir aja sendiri :p )...

”Cih..Cengeng banget sih!! Band punk kok ngomongin cinta...Kayak band pop aja!!”. Komentar semacam itu sering banget kedenger ketika sebuah band entah itu band punk, HC, ska , Oi! atau bahkan metal manggung dengan membawakan lagu bertema cinta di gigs. Sebegitu haramkah lagu bertema cinta untuk dibawakan di dalam sebuah gigs???Atau justru mereka yang mengharamkan lagu cinta itulah yang memunafikkan dirinya sendiri hanya karena malu sebagai anak punk/HC/skinhead/rude boys/dll masa membawakan lagu cinta???

Bagiku pribadi, lagu adalah sebuah bentuk ekspresi kebebasan pribadi diri kita. So, apa yang ada di otak kita dan perasaan kita itu bisa dituangkan sebebas-bebasnya kedalam lagu kita. Dan menurutku kalau ada band punk/HC/Oi!/ska/sejenisnya yang membawakan lagu cinta ya ga masalah. Toh cinta juga merupakan salah satu yang wajar dalam kehidupan kita. Kalau memang itu merupakan cara dia mengekspresikan apa yang sedang dia rasakan, kenapa harus dikekang dengan mitos lawakan yang mengharamkan lagu cinta dibawakan oleh band punk/HC/Oi!/ska/sejenisnya. Bukankah kultur punk itu sangat meninggikan kebebasan? Lha kok ini malah diatur-atur harus mebuat lagu yang begini, harus yang begitu, ga boleh cinta-cintaan, bolehnya hanya politik, struggle, environment, alkohol bla bla bla....Fuck the rule, dude!

Aku sendiri jarang membuat lagu tentang cinta bukan karena aku termasuk orang yang mengharamkan lagu cinta, tapi ya karena belum pengen aja membuat lagu cinta. Selain itu, dalam membuat lagu aku ga mau memaksakan diri harus begini harus begitu. Pokoknya mengalir aja. Takutnya kalau dipaksakan, nanti yang tercipta cuma lirik munafik dan hiperbola semata. Seperti kebanyakan band-band sekarang di scene lokal yang sok struggle dan politikus dalam membuat lagu, tapi hanya dikoarkan diatas panggung tanpa implementasi nyata setelah mereka turun panggung. Ya walau ga semuanya begitu sih....

Mungkin yang membuat kita kadang muak dengan tema cinta adalah karena terlalu banyaknya band-band bermunculan di TV yang selalu membawakan lagu cinta dengan porsi berlebihan dan terlalu munafik. Ya selama masih dalam batas wajar dan tidak dibuat-buat, bagiku it’s okay kalau band punk dan sejenisnya mau membuat lagu cinta. Yang penting tidak munafik sajalah.... Toh nyatanya banyak juga band punk dan sejenisnya yang sudah ”terkenal” membawakan lagu bertema cinta. Bagi kalian yang sukanya hanya ”follow the heroes” dalam mengambil keputusan dan prinsip, nih aku kasih beberapa contoh band yang membawakan lagu cinta:
 
- nofx dengan Love Story , Liza and Louise, falling in love, Six Pack Girls,My Heart Is Yearning, Monosyllabic Girl. Meski Fat Mike mengapresiasikan rasa cintanya dalam lagu cinta yang unik.
- the casualties dengan punk rock love . Meski ada yang mengartikan cinta disini adalah cinta terhadap scene. Ada pula yang mengartikannya cinta terhadap wanita.
- the exploited - sex and violence. Baca saja liriknya yang sangat lugas..hehe
- The Living End dengan lagu Tainted Love
- begundal lowokwaru dalam lagu Belahan Jiwa. Yang ini band local nih.
- blackflag dalam lagu i love you,  Jealous Again. (terserah kalian mau nganggep ini band punk atau hardcore..i don't care a shit about it :p )
- Social Distortion dengan Making believe-nya yang puitis dan beberapa lagu lainnya..
- Mxpx, Lagwagon, No use for a name, Greenday (banyak banget nih lagu cinta mereka)
- denger-denger cock sparer pun punya koleksi lagu tentang cinta...tp ak kurang tau yang mana...silakan cek..
- band emo? wah tentu sangat banyak yang ngomongin love2an.

Dan masih ada banyak banget band yang dalam kehidupannya sangat rebel tapi membawakan beberapa lagu cinta.

Banyak kan????
Apalagi kalau misalkan kita memperluas definisi cinta, misal cinta terhadap lingkungan, scene, teman, keluarga, ideologi, drug, hewan dll. Akan banyak sekali lagu-lagu bertema cinta yang dibawakan di sebuah gigs! Cinta bukanlah suatu hal yang haram, kawan! Kalau kebebasanmu berekspresi justru terkekang oleh mitos-mitos tak jelas yang selama ini tumbuh subur di dalam scene, mungkin ada yang salah dengan pemahamanmu tentang arti kebebasan!

Ya mungkin ada beberapa orang (mungkin termasuk kamu) yang membenci bahkan mengharamkan membuat atau membawakan lagu bertema cinta. It's okay...Coz tiap orang kan punya hak untuk menyukai dan membenci sesuatu. Selama itu ada alasannya dan bukan hanya sekedar ikut-ikutan sih ga apa2. Jangan seperti temenku yang saking ”sangar”-nya jadi anti ama lagu cinta tapi tiba-tiba nyanyiin lagu-lagu cintanya Dashboard ketika habis diputus pacarnya. Habis itu malah dia sempet bikin lagu cinta...hahahahaha....

Baca semua......

Thursday 15 May 2008

Kisah Seorang Willy

Willy hanyalah seorang anak kecil yang bersekolah di sebuah sekolah dasar di Jogja timur dengan Bantuan Operasional Sekolah dari pemerintah. Bangun tidur dia tidak bisa layaknya anak-anak lain yang disambut dengan senyuman ayah-bundanya. Ayahnya telah lama meninggal dan ibunya entah kemana. Bangun tidur ia tidak bisa langsung menggosok gigi karena harus menyiapkan air untuk minum penghuni panti asuhan dimana ia tinggal. Panti asuhan yang hanya dihuni beberapa anak yang jumlahnya tidak sampai melebihi jumlah jari tangan kita yang disatukan. Panti asuhan yang hanya bisa menyekolahkan anak asuhan seusia Willy sampai sekolah dasar saja. Setamatnya, entah bagaimana.
Kalau beruntung pantinya mendapat bantuan berlebih, Willy dapat memulai harinya dengan sarapan nasi sayur tanpa lauk. Tapi kalau sebaliknya, berpuasalah Willy hingga siang atau sore bahkan mungkin malam hari. Bukan karena melaksanakan tuntunan agama dia berpuasa, tapi keadaan yang menghimpitlah yang memaksa anak kelas lima itu mengencangkan ikat pinggangnya. Dan sayangnya, keadaan yang kedualah yang sering terjadi
Puasa yang terpaksa itu jugalah yang memaksa Willy hanya duduk ketika anak-anak lain yang lebih beruntung berlarian bermain-main. Disamping karena nominal uang jajannya yang mungkin hanya cukup untuk membeli beberapa buah permen. Itu pun kalau pantinya memberinya uang.

“Beruntung” sekolah Willy adalah sekolah kecil di pelosok desa yang cukup banyak pula anak senasib dengan Willy. Sehingga Willy dan teman-teman senasibnya tidak akan pernah melihat anak-anak yang sedang sibuk senam jari dengan hapenya, atau anak-anak yang sedang mendendangkan lagu dengan ditemani sebuah iPod. Seperti yang pasti kita jumpai di sekolah-sekolah elit di kota yang mempunyai ratusan murid hasil cetakan guru-guru berbentuk kotak ajaib bernama HP dan TV. Yang setiap jam istirahatnya tidak ada lagi anak yang bermain kelereng dan kasti, karena disibukkan dunianya sendiri yang berupa sebuah mesin kecil bernama PlayStationPortable.
Bukan HP yang diinginkan Willy. Bukan pula iPod, apalagi PSP. Takkan berani bermimpi terlalu tinggi untuk memiliki benda-benda hiburan semu semacam itu bagi seorang Willy. Karena bisa melanjutkan sekolahnya saja sudah cukup membahagiakannya.

Satu lagi ”keberuntungan” Willy dan teman senasibnya. Bersyukurlah mereka memiliki teman dan guru yang selalu membantu walau mungkin hanya dengan sebuah pemberian satu bungkus permen atau sebungkus nasi untuk sarapan. Beruntunglah Willy karena sedikit-sedikit celengannya bisa terisi dengan sedikit uang yang diberikan beberapa guru yang iba. Celengan yang kelak jika penuh akan digunakannya untuk membeli sepeda.

Willy adalah sebuah potret nyata kehidupan yang sangat ironis. Sebuah kehidupan nyata, bukan mimpi buruk yang nantinya berakhir ketika dia sudah bangun dari tidurnya. Sebuah perjalanan hidup yang mau tidak mau dia harus jalani dengan bertahan ditengah injakan kaki takdir yang belum memberinya pilihan. Dan dia tidak bisa hanya menyalahkan ibunya yang tidak bertanggung jawab, juga tidak boleh menyalahkan pengasuh Panti yang tidak mampu mencari donatur dan tidak bisa pula dia menyalahkan anak-anak yang mampu memiliki HP, TV, PSP dan sepeda. Karena sikap menyalahkan seperti itu tidak akan membuat Willy bisa menikmati sarapan tiap pagi.

Tanpa sadar, banyak sekali Willy-Willy lain di sekitar kita yang mungkin lebih kurang beruntung. Hanya mungkin kita kurang peka akan mereka. Karena kita selalu berjalan hanya mendongak ke atas hingga kita lupa kalau seharusnya kita juga harus melihat ke bawah. Dan mungkin kita lupa, bahwa rasa iba saja tidak cukup untuk membuat perut mereka kenyang, rasa prihatin saja tidak akan bisa membuat mereka bisa melanjutkan sekolahnya dengan senang, dan bahkan segalon air mata pun tidak akan mampu memberi mereka masa kecil yang layak untuk dikenang.


* based on true story

Baca semua......

Wednesday 14 May 2008

HOMICIDE



Inilah artikel tentang ulasan band/grup hiphop bernama HOMICIDE yang diulas 100% subjektif olehku yang sama sekali bukan anak hiphop. Cukup sederhana alasan mengapa aku tertarik untuk menulis band ini di blogku yang minim pembaca ini. Tak lain karena Homicide adalah satu-satunya band hiphop yang bisa membuat telingaku berkompromi dengan lagu tak bernada khas hiphop dan membuatku rela meluangkan waktu sejenak untuk menyimak lirik mereka yang memaksaku harus mengacungkan dua jempolku.

Dan juga karena Homicide telah membuatku ”sedikit” mengubah pandanganku tentang hiphop yang selama ini aku hanya memandang anak hiphop sebagai sekelompok anak berkalung bling bling yang hobi breakdance, nge-rap, memakai bahkan menjual narkoba dan akhirnya mati ditembus peluru anggota gangster hiphop musuhnya. Sekelompok orang gila popularitas yang selalu nongol di MTV dengan memamerkan kalung bling bling yang entah asli atau palsu sambil ngoceh tidak dengan jelas. Aku memandang seperti itu karena mungkin stereotype yang tampak selama ini adalah seperti itu dan juga tentunya karena hiphop bukanlah bagian dari hidupku sehingga aku ga mengenalinya lebih jauh. Sebuah pandangan yang mungkin sama halnya ketika orang awam memandang anak punk/hardcore sepertiku hanyalah sekelompok berandalan yang hobi nongrkrong ga jelas di jalanan sambil teriak-teriak dan mendengarkan musik yang ga jelas notasinya. Sebuah justifikasi subjektif semata.

Baru sekitar tahun 2005 lalu aku tahu grup rap hiphop ini dari temenku. Dan lagu mereka yang membuatku suka adalah lagu yang berjudul “Puritan (GodBlessed Fascists)”. Padahal baru sekali aku dengerin lagu itu tapi langsung seneng. Ga tau kenapa. Dan setelah itu, lagu-lagu homicide menambah playlistku tiap aku muter lagu di computer. Walaupun ada beberapa opini yang mungkin aku ga gitu setuju di liriknya. Tapi sebagian lainnya aku cukup setuju dengan pesan-pesan yang mereka sampaikan lewat lagu-lagunya. Tapi ya itu lah perbedaan. Sesuatu hal yang wajar tapi terkadang terlalu diperuncing hingga kadang membuat darah mengalir.

Seperti kubilang, Homicide satu-satunya band(atau grup?habis aku ga tau sih apa sebutan anak hiphop tentang grup band mereka) hiphop yang bisa masuk ketelingaku. Emang sih sempet manggut-manggut juga kepalaku ketika ngederin satu lagu salah satu influence Homicide yaitu Public Enemy. Tapi ya cuma sebatas manggut-manggut, coz aku ga gitu ngerti isi lirik yang disampaikan Public Enemy melalui lirik-liriknya. Habisnya pakai bahasa inggris sih…Males mikir… :p Selain aku ga gitu ngerti, aku juga ga mau ngerti. Apalagi sampe nyempet-nyempetin googling nyari band hiphop laen sejenis Homicide. Orang aku suka lagu Homicide aja secara ga sengaja kok…hehe…

Kemarin malam kuurungkan niatku mengerjakan Tugas Akhir a.k.a skripsiku yang beberapa saat lalu membuat kepala ini menjerit serupa jeritan ayam yang disembelih secara sadis oleh kolonel Sanders. Dan cuma satu alasanku kenapa Tugas Akhirku harus mau mengantri untuk mengisi waktuku dimalam itu, yaitu karena paket CD Homicide yang kupesan dari temenku anak bandung sudah sampe dirumahku sekitar pulul 16.15 sore. Hanya saja, hingga tulisan ini ku posting, aku belum mentransfer uang pengganti CD itu ke temenku. Sorry ya pren...bentar lagi deh..janji.. :D
Sejak aku tau lagu-lagu Homicide, aku cuma dengerin dari mp3 yang kudapat dari temenku alias membajak. Dan baru kemaren aku punya CD homicide. Satu buah album ”The Nekrophone Dayz” dan satu buah album baru yang juga album terakhirnya yaitu ”Illsurrekshun”. Yup! Memang Homicide memutuskan bubar seperti tertera pada artikel di album terkhirnya yang salah satu kalimatnya adalah ”Pada saat CD ini di tangan kalian, Homicide sudah bubar”. Untuk tahu lebih jauh tentang alasan mereka bubar, cek aja di situs resmi mereka www.nekrophone.com. Dari pada aku bahas hal itu disini nanti dikira sok tahu.

Dan malam itu aku putuskan untuk mendengarkan terlebih dahulu album “Illsurrekshun” karena list di album “The Nekrophone Dayz” hampir semua sudah kudengar dari mp3 yang aku bajak dari komputer temenku.

Album “Illsurrekshun” dibungkus kertas merah dengan logo Homicide di depan dan dibelakangnya tertulis kutipan dari Widji Thukul yang berbunyi “...tak bisa dibungkam kodim, tak bisa dibungkam popor senapan, satu mimpi, satu barisan...”.
Lalu setelah kulepas pembungkus itu, kudapati sebuah booklet dari Apokalips selain tentu saja CD Homicide yang diletakan di dalam wadah CD. Booklet dari Apokalips itu sesuai dugaanku berisi tentang sesuatu yang berbau politik. Sekilas kubaca, isinya berisi wawancara dengan beberapa tokoh dari organisasi buruh, petani, nelayan dan lainnya. Ah nanti sajalah membaca booklet Apokalips itu. Lalu kubuka wadah CD Homicide yang bercover gambar bendera Merah seperti yang kupajang di atas. Sangat berbau politik dan revolusi... Ya memang begitulah Homicide... Ow, ternyata cover tadi juga berupa sebuah booklet yang berisi basa-basi dari Homicide, beberapa foto demonstran, penjelasan mengenai lagu dan tentunya lirik. Di belakang terdapat tulisan yang berisi dedikasi album itu untuk temen-temen mereka yang dah meninggal.Terdapat beberapa gambar demonstran membawa bendera bergambar A didalam lingkaran yang tak lain adalah lambang Anarkisme. Anarkisme-kah ideologi Ucok dkk? Mungkin.. Walaupun di salah satu penampilannya, Ucok pernah bilang kurang lebih “Ideologi kami bukan anarkisme, bukan komunisme dan bukan pula isme-isme yang laen..Tapi ideologi kami adalah ideologi pertemanan.. bla bla bla..”...Kalau mau tau pasti, kontak aja lewat situsnya.. Aku ga mau komentar sesuatu yang aku sendiri belum tau pasti di sini. Lagi-lagi dari pada dikira sok tau. “Emang sapa kamu kok bisa bilang Homicide berideologi A, B atau C?”..Nah kalau nanti ada yang komentar gitu gimana? Kan repot...Ya emang bener, aku bukan siapa-siapanya Homicide, makanya aku suruh kalian kontak aja mereka.

Track lagu Homicide yang ditawarkan di lagu ini ada 9 buah. Itu udah termasuk Intro dan bonus track.
Intro
Megatukad
Illsurrekshun
Klandestin
Panoptikanubis
Purgatori
Tantang Tirani
Terra Angkara
Siti Jenar Cypher Drive (Bonus track)

Dari judulnya yang penuh kata-kata khusus itu bisa ditebak seperti apa liriknya. Yup! Inilah salah satu yang kusuka dari Homicide. Lirik yang tajam dan berani, kasar dan cerdas, lugas tapi sekaligus penuh metafora. Walau mungkin harus ditemani sebuah kamus bahasa untuk memahami sepenuhnya lirik Homicide, tapi dengan membaca sekilas liriknya akan terlihat apa yang hendak disampaikan pada lagu tersebut. Lirik-lirik yang cerdas dan berbau social politik inilah yang mungkin membedakan dengan grup-grup hiphop lainnya yang sering nongol di TV atau radio yang bisanya cuma “Nombok donk…nombok donk…” atau mungkin “Cewek matre, cewek matre”, “Tum tum tum ala tumini…”, “Dioplok-oplok…” dan lagu-lagu hingar bingar sejenisnya…

Setelah cukup mendengarkan album “Illsurrekshun”, kini aku pengen dengerin album ”The Nekrophone Dayz”. Yah, walaupun sebagian besar dah kudengar tapi rasanya pengen dengerin lewat CD yang asli. Hehe..

Album ”The Nekrophone Dayz” yang berbalut bungkus berwarna hitam dengan logo Homicide di depan ini tak lebih sebuah dokumentasi dari single-single lepas yang pernah dibuat Homicide dan sebenarnya sudah beredar sejak dulu. Di bagian belakang bungkus hitam terdapat sebuah kalimat yang juga tertulis dibagian belakang cover sekaligus booklet yang berbunyi ”rather be forgotten than remembered for giving in”. Di dalam booklet itu sendiri berisi tentang sekilas terbentuknya Homicide hingga motif dibalik pembuatan album dokumentasi ini. Selain booklet, juga terdapat lyrics Sheet yang berisi tentu saja lirik lagu yang terdapat di album tersebut walau ga semuanya beserta penjelasannya. Di dalam explanation tersebut, terdapat penjelasan menarik mengenai lagu ”Puritan (GodBlessed Fascists)”. Kalau membaca lirik lagu itu, mungkin akan timbul pertanyaan ”Atheiskah Homicide? Atau mungkin agnostik?”..Mungkin ya, mungkin tidak..Aku ga tau pasti dan aku ga terlalu mau tahu..I don’t care a shit about it...Kalau dari sudut pandangku mengenai eksplanasi tersebut, aku bisa melihat bahwa mereka tidak membenci agama dan para penganut agama seperti yang dikatakan orang-orang, Homicide hanya membenci para penganut agama yang berfanatik sempit sehingga dengan mudahnya mereka melakukan intimidasi terhadap golongan yang mungkin berseberangan pendapat dengan mereka. Secara pribadi aku setuju dengan pendapat ini. Aku orang beragama. Tapi aku ga habis pikir bagaimana bisa agama dijadikan alasan untuk memisahkan badan dengan nyawanya dan dijadikan motif tunggal untuk memaksa dan mempengaruhi agar semua menjadi sama. Bukankah tokoh panutan kita dalam agama kita masing-masing mencontohkan bahwa kita harus menghargai perbedaan? Sikap fanatisme sempit yang berdiri pada jembatan agama itulah yang akhirnya hanya melahirkan fasisme gaya baru yang justru akan meruntuhkan jembatan itu sendiri. Sudah saatnya topeng-topeng agama yang digunakan sebagai kedok fasis itu dihancurkan. Dan diganti topeng permanen yang melekat pada diri kita berupa sikap saling menghargai dan tidak saling merugikan.

18 track mengisi album ini. Yang cukup menarik adalah pembacaan buah karya Widji Thukul pada track ”Sajak Suara”. Tempo yang sedikit berbeda ditampilkan pada track ”Rima Ababil”. Secara keseluruhan, album ini keren. Dari mana mereka dapat kemampuan menulis lirik dan ngebacot secepat itu yang diramu dengan beat dan rythm keren...Salut deh..

Ga mungkin rasanya aku membahas satu persatu lagu mereka. Capek bos nulisnya...hehehe....Simak aja sendiri lagu mereka. Kalau mau, kopi aja dari komputerku..hidup copyleft!!! :p

p.s: seperti yang aku tulis di awal, bahwa tulisan ini murni 100% subjektif...kalau mungkin ada yang salah dalam penyebutan istilah-istilah dalam kultur hiphop sori-sori aja ya..maklum, aku sama sekali ga paham tentang hiphop, ditambah lagi aku sendiri bukan anak hiphop...setelah penjelasan singkatku di postscript ini, kalau tetap masih ada yang ga terima atau ge seneng dengan tulisanku di atas, cukup satu pertanyaan buat kamu : ”Kita masih hidup di negara merdeka yang memperbolehkan warganya mengeluarkan pandangan subjektifnya kan?!”.. Kalau jawabanmu iya, tutup halaman blogku seperti kamu menutup mulutmu.. Tapi kalau jawabanmu tidak, sepertinya ada yang salah diantara kita, entah kau atau aku....

Baca semua......

Wednesday 7 May 2008

Komentar-komentarnya jadi hilang....

Demi memenuhi hasrat supaya ada comment box di bawah setiap postinganku, akhirnya aku mengorbankan komentar temen-temen. Mengapa? Karena untuk menginstall fasilitas comment box dengan halloscan harus menanggung resiko kehilangan komentar yang sudah ada...hikz...hikz

Tapi ga apa-apa lah..seenggak-enggaknya sekarang ada comment box di setiap bawah postinganku. Jadi temen2 yg pada mau ngasih komentar ga perlu nge-link ke halaman baru.

Baca semua......